Kamis, 24 Maret 2011

AIRBORNE DISEASE

VARICELLA ZOSTER

Definisi
Cacar air adalah salah satu penyakit yang umum ditemui pada anak-anak. 90% kasus cacar air dialami oleh anak-anak yang berusia kurang dari 10 tahun, dan lebih dari 90% orang telah mengalami penyakit cacar air pada usia 15 tahun. Penyakit cacar air ini disebabkan oleh infeksi primer dari virus varicella zoster, namun setelah sembuh, virus ini tidak benar-benar hilang dari tubuh. Virus ini akan menetap di bagian saraf tertentu dan nantinya akan menyebabkan herpes zoster atau cacar ular. Herpes zoster hanya terjadi sekali seumur hidup dan pada usia di atas 60 tahun.
Cacar air merupakan infeksi sangat menular yang disebabkan oleh virus varisela zoster. Cacar air dijangkiti melalui batuk dan bersin serta sentuhan langsung dengan cairan dalam lepuh cacar air. Penyakit ini biasanya tidak parah dan hanya singkat di kalangan anak sehat; adakalanya cacar air akan menjadi penyakit yang lebih parah, misalnya infeksi bakteri pada kulit yang mengakibatkan bekas luka, radang paru-paru, atau radang otak. Orang dewasa yang menderita infeksi cacar air pada umumnya mengalami gejala yang lebih parah. Cacar air mungkin menimbulkan risiko terhadap bayi dalam kandungan jika terjangkit sewaktu hamil. Cacar air dapat menyebabkan penyakit parah, bahkan maut, pada tiap golongan usia. Waktu inkubasi untuk cacar air adalah 10 sampai 21 hari, diikuti dengan ruam berbintik merah pada mulanya, yang kemudian menjadi lepuh dalam waktu beberapa jam. Bintik-bintik ini biasanya timbul di badan, muka dan bagian tubuh yang lain. Banyak orang yang menderita infeksi cacar air mengalami demam dan merasa kurang sehat dan mungkin merasa gatal sekali. Siapapun yang belum pernah menderita cacar air dapat terjangkit. Siapapun yang pernah menderita cacar air dianggap kebal dan tidak memerlukan vaksin. Sekitar 75% dari masyarakat menderita infeksi cacar air sebelum usia 12 tahun.
June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, 1986, p. 1483).
Sedangkan menurut Adhi Djuanda varisela yang mempunyai sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).

Morfologi
Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi. Pembungkus ini mengandung DNA, lipid, karbohidrat, dan protein, dan dapat menghilangkan eter. Berbentuk bulat.
Varicella zoster merupakan kelompok virus herpes, yang berukuran 140-200 μ, berinti DNA.

Klasifikasi Varicella Zoster
Varicella zoster diklasifikasikan sebagai berikut:
Family             : Herpesviridae
sub family       : Alphaherpesvirinae
Genus              : Varicellovirus
Species            : Varicella zoster

Identifikasi
Varisela berasal dari bahasa Latin, varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama chicken-pox. Varisela adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus Varicella zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit. Pada umumnya menyerang anak-anak, tapi dapat juga terjadi pada orang dewasa yang belum pernah terkena sebelumnya. Banyak menyerang anak usia sekolah dasar (antara 5-9 tahun). Penularan memang cukup sering terjadi antar teman sekolah. Bersifat sangat menular dengan masa penularan antara 1 hari sebelum timbul ruam sampai 7 hari setelah munculnya gejala. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dan percikan ludah (droplet infection).
Masa inkubasi (masa sejak terpapar oleh virus sampai timbulnya gejala pertama) biasanya berkisar antara 2-3 minggu. Cacar air dapat dicegah dengan pemberian zoster imun globulin (ZIG), yang didapat dari serum pasien yang mengalami penyembuhan dari herpes zoster, atau dengan varicella - zoster imun globulin (VZIG), yang diperoleh dari pool plasma yang mengandung titer antibodi spesifik yang tinggi. Bagi orang sehat, untuk pencegahan bisa dilakukan imunisasi dengan vaksin varisela zoster (Okastrain). Pada anak sehat usia 1 - 12 tahun diberikan satu kali, satu kali lagi diberikan pada masa pubertas untuk memantapkan kekebalan menjadi 60 - 80%. Setelah itu, untuk menyempurnakannya, diberikan sekali saat dewasa. Kekebalan yang didapat ini bisa betahan sampai 10 tahun.
Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak langsung. Luka akibat infeksi yang terbuka akan mudah menularkan virus ke bagian tubuh lain atau ke orang lain kalau terjadi persentuhan. Khusus varisela zoster juga dapat ditularkan melalui udara, walau daya tularnya tidak sebesar cacar air. Jika seseorang tertular dan sebelumnya belum pernah sakit cacar air, ia akan terkena cacar air dulu dan tidak langsung herpes zoster. Gejalanya juga tidak sehebat herpes zoster.
Persoalannya, tidak semua orang tahu apakah dirinya pernah menderita cacar air atau belum. Chicken pox (cacar air), terutama pada anak kecil, memang tidak selalu menimbulkan ruam di kulit sehingga terkadang tak disadari. Gejalanya mirip demam biasa yang beberapa hari kemudian sembuh sendiri. Namun, di saat ia dewasa, virusnya tiba-tiba langsung menyerang sebagai herpes zoster dengan gejala lebih berat.
Lokasi munculnya gelembung di kulit sebenarnya mengikuti area persarafan yang selama itu menjadi tempat varisela zoster mendekam. Maka lokasinya juga sama dengan lokasi serangan ketika cacar air dulu. Serangan bisa terjadi pada satu atau beberapa area persarafan sekaligus. Inilah yang menyebabkan serangannya bisa meluas ke beberapa bagian tubuh, termasuk ke bagian kepala. Namun, kebanyakan hanya menyerang area persarafan di sekitar dada.
Mengingat umumnya muncul di satu sisi tubuh, ada mitos menyatakan, jika serangan sampai terjadi di dua sisi, penderita sudah mendekati pintu surga. Jangan takut, ini cuma mitos. Namun bisa diartikan juga, jika herpes zoster sudah menyerang beberapa area persarafan, penyakitnya memang tergolong parah. Apalagi jika usia penderita masih tergolong muda.
Virus Varicella zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar neuron pada ganglion akar dorsal sumsum tulang belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk herpes zoster. Cepatnya penanganan herpes zoster penting agar tidak menimbulkan gejala sisa, yang disebut nyeri pascaherpes atau postherpetic neuralgia.
Penyakit ini merupakan episode lanjutan dari herpes zoster yang diusahakan jangan sampai terjadi. Sebab, penderitaannya hebat dan bisa bertahun-tahun. Terjadinya nyeri pascaherpes disebabkan lambatnya pengobatan saat varisela zoster bikin ulah. Akibatnya, virus sempat merusak atau terjadi disfungsi sementara jaringan saraf di sekitarnya. Jika gejala ini terlanjur terjadi, kulit yang terkena sentuhan sedikit saja bisa menimbulkan nyeri. Atau, kadang saraf memancarkan sinyal nyeri terus-menerus. Sekitar 75% penderita nyeri ini mengaku, rasanya seperti terbakar.
Faktor usia sangat menentukan kerentanan serangan nyeri pascaherpes. Semakin tua seseorang saat terkena herpes zoster, semakin besar kemungkinannya menderita nyeri. Jumlah mantan penderita herpes zoster yang berlanjut ke nyeri pascaherpes kira-kira 10 - 15% populasi. Di atas 50 tahun kemungkinannya menjadi 40%, di atas 60 tahun jadi 50%, dan di atas 80 tahun menjadi 80% dari populasi.
Penderita herpes zoster berusia muda yang terkena serangan parah, misalnya sampai ke mata, semakin besar kemungkinannya terkena nyeri pascaherpes. Pada serangan yang sampai menuju ke mata ini, biasanya disarankan untuk berobat juga ke dokter mata, agar kerusakan saraf di sekitarnya dapat dicegah. Kerusakan saraf yang disebabkan herpes zoster sangat sulit dipulihkan - jika tidak bisa dibilang tidak akan bisa sembuh.Setiap pasien juga punya pengobatan sendiri yang berbeda tergantung kecocokannya. Untuk kasus seperti ini, dokter spesialis kulit tidak bekerja sendirian lagi. Ahli lain juga dilibatkan seperti ahli saraf, rehabilitasi medik, bahkan psikiatri. Psikiatri dilibatkan, karena derita nyeri berlebihan bisa mengakibatkan depresi.
Kendati dapat sembuh sendiri, namun yang sering kali dikhwatirkan adalah komplikasinya yang sangat jarang namun bisa menyertai, diantaranya adalah rdang paru-paru yang biasanya disebabkan oleh inspeksi sekunder, tapi dapat disembuhkan. Radang otak juga ,emjadi komplikasi akibat penyakit ini, walaupun bisa disembuhkan, namun dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan gangguan tigkah laku.

Proses eksositosis oleh virus
Gejala
Gejalanya mulai timbul 10-21 hari setelah terinfeksi. Pada anak-anak yang usianya berkisar 10 tahun gejala pertamanya adalah sakit kepala, demam sedang, dan rasa tidak enak di badan.Gejala tersebut tidak ditemukan pada anak-anak di bawah usia 10 tahun dan akan menjadi gejala yang berat jika menyerang anak yang lebih dewasa. 24-36 jam pertama setelah timbulnya gejala awal, muncul ruam di badan dan kemudian tersebar ke wajah, tangan, dan kaki. Selain itu ruam juga akan muncul di selaput mukosa seperti di bagian dalam mulut atau vagina. Ruam yang awalnya berbentuk bintik-bintik merah datar (makula), akan menjadi bintik-bintik menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi cairan (vesikel), yang terasa gatal, dan pada akhirnya mengering. Proses ini memakan waktu 6-8 jam, selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan baru.
Pada hari kelima biasanya tidak terbentuk lepuhan baru, seluruh lepuhan akan mengering pada hari keenam, dan akan menghilang dalam waktu kurang dari 20 hari Penularan.
Virus varicella zoster menyebar melalui udara. Orang dengan daya tahan tubuh rendah dapat terserang virus ini. Penularan dapat muncul sejak 48 jam sebelum ruam pertama muncul hingga 5 hari setelahnya. Setelah tertular, biasanya dibutuhkan waktusekiter 10-21 hari gejala pertama muncul. Jangka waktu ini dikenal sebagai masa inkubasi. Cacar air ditularkan melalui udara prnapasan, kontak langsung dengan cairan ruam, dan kontak dengan cairan yang tekena cairan ruam, seperti handuk, seprei, atau selimut.
Pengobatan
Pengobatan di rumah pada cacar air ditujukan untuk meringankan gejala, yang dapat dilakukan dengan:
·         Istirahat secukupnya
·         Mandi dengan air hangat atau air dingin setiap 3-4 jam pada hari-hari pertama untuk mengurangi rasa gatal
·         Pemberian calamine lotion untuk mengurangi rasa gatal
·         Dapat diberikan bedak basah atau bedak kering yang mengandung salisil 2% atau mentol 1-2%
·         Bagi anak kecil, dianjurkan untuk memakai sarung tangan untuk mencegah menggaruk ruam-ruam
·         Makan makanan yang lembut dan berikan minum air dingin jika terdapat ruam di dalam mulut.
·         Hindari makanan dan minuman yang terlalu asam, seperti jus jeruk, dan hindari juga garam
·         Kulit dicuci sebersih mungkin dengan sabun
·         Menjaga kebersihan tangan
·         Kuku dipotong pendek
·         Baju harus kering dan bersih
Sedangkan untuk pengobatan medis dapat dilakukan dengan menggunakan:
·         Paracetamol untuk menurunkan demam, atau asetaminofen
·         Antibiotik, jika ada infeksi bakteri
·         Obat anti-virus asiklovir, jika kasusnya terlalu berat (diberikan pada anak berusia lebih dari 2 tahun atau remaja karena pada remaja, penyaakit ini lebih berat)
·         Obat anti-virus vidarabin

Pencegahan
Cacar air dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi. Vaksinasi diberikan pada kelompok-kelompok berikut:
·         Anak-anak dengan usia 12-18 bulan yang belum pernah mengalami cacar air diberikan satu dosis vaksin
·         Anak-anak dengan usia 19 bulan hingga 13 tahun yang belum pernah mengalami cacar air diberikan satu dosis vaksin
·         Orang dewasa yang belum pernah mengalami cacar air dan bekerja atau tinggal di lingkungan yang sangat mudah terjangkit cacar air
·         Wanita reproduktif yang belum pernah mengalami cacar air dan tidak dalam kondisi sedang hamil
·         Orang dewasa dan remaja yang belum pernah mengalami cacar air dan tinggal dengan anak-anak
·         Orang yang hendak bepergian ke luar negeri dan belum pernah mengalami cacar air
Voricella Zoster Immunoglobulin (VZIG) adalah zat kekebalan terhadap virus penyebab cacar air. VZIG hanya diberikan pada kelompok-kelompok tertentu:
·         Orang dengan sistem kekebalan rendah
·         Wanita hamil yang terpapar kasus cacar air dan belum pernah terkena cacar air sebelumnya
·         Bayi dibawah usia 28 hari yang lahir dari usia kahamilan kurang dari 28 minggu atau berat lahirnya kurang dari 1000 gram
·         Bayi dibawah usia 28 hari yang ibunya terpapar kasus cacar air atau yang mengalami cacar air antara 7 hari sebelum persalinan hingga 7 hari setelah persalinan

Epidemiologi
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Tranmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularan lebih kurang 7 hati dihitung dari timbulnya gejala kulit.

Etiologi
Penyebab dari varisela adalah virus varisela-zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.

Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai dari gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyebarannya terutama didaerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional (lymphadenopathy regional). Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.

Komplikasi
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada orang dewasa, berupa ensepalitis, pneumonia, glumerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjunctivitis, otitis, arteritis dan beberapa macam purpura.
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan konginetal, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela konginetal pada neonatus.

Pembantu Diagnosis
Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak (multinukleated).

Diagnosis Banding
Harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, memberi gambaran monomorf, dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh yakni telapak tangan dan telapak kaki.

Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedativ. Secara lokal diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (antipruritus) seperti menthol, kamfor dll, untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat anti virus seperti asiklovir dengan dosisi 5 x 400 mg sehari selama 7 hari dengan hasil yang cukup baik. Selain itu dapat pula diberikan imunotimulator seperti isoprinosin. Satu tablet 500 mg. Dosisnya 50 mg/kg berat badan sehari, dengan dosisi maksimum 3000 mg sehari. Umumnya dosis untuk orang dewasa 6 x 1 tablet atau 4 x 1 tablet sehari. Lama pengobatan sampai penyakit membaik. Obat ini diberikan jika lama penyakitnya telah lebih 3 hari.

Prognosis
Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene) diri dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya jaringan parut hanya sedikit, kecuali jika klien melakukan garukan/tindakan lain yang menyebabkan kerusakan kulit lebih dalam.

Pengkajian
·         Gejala subyektif berupa keluhan nyeri kepala, anorexia dan malese.
·         Pada kulit dan membran mukosa :
Lesi dalam berbagai tahap perkembangannya : mulai dari makula eritematosa yang muncul selama 4-5 hari kemudian berkembang dengan cepat menjadi vesikel dan krusta yang dimulai pada badan dan menyebar secara sentrifubal kemuka dan ekstremitas. Lesi dapat pula terjadi pada mukosa, palatum dan konjunctiva.
·         Suhu : dapat terjadi demam antara 38°-39° C

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Aktual atau potensial gangguan integritas kulit
·         Anjurkan mandi secara teratur
·         Hindari menggaruk lesi
·         Gunakan pakaian yang halus/lembut

Gangguan rasa nyaman : nyeri
·         Gunakan analgetik dan bedak antipruritus.
·         Pertahankan suhu ruangan tetap sejuk dengan kelembaban yang adekuat.

Potensial penularan infeksi
· Lakukan isolasi (strict isolation) :
Prosedur strict isolation :
a)    Ruangan tersendiri; pintu harus selalu tertutup. Klien yang terinfeksi karena organisme yang sama dapat ditempatkan dalam ruangan yang sama.
b)    Gunakan masker, pakaian khusus, dan sarung tangan bagi semua orang yang masuk kedalam ruangan.
c)    Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang kemungkinan terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan kepada klien lain.
d)    Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan kedalam tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan dekontaminasi atau diproses ulang kembali

Kesimpulan
Cacar air (Varisela) adalah penyakit infeksi menuklar yang disebabkan oleh virus Varisella zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit, dapat dicegah dengan pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) atau dengan Varisella-Zoster Globulin (VIZIG). Pemberian vaksin ini dapat dilakukan dengan tiga tahap, untuk hasil kekebalan yang sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.
2.    June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby Company, Toronto.
3.    Carpenito. 1997. Penerapam Pada Praktek Klinis. Salemba. Jakarta

NAMA         : LAELY MUSTIKA DEWI
NIM            : E2A009168

Selasa, 22 Maret 2011

Food and Waterborne Disease




Dalam bahasa Indonesia, food and water borne disease berarti penyakit yang menular lewat makanan dan minuman. Prevalensinya merupakan urutan kedua setelah air borne disease, disebabkan karena penularannya yang mudah, yaitu melalui materi yang dibutuhkan orang setiap hari. Sumber penularan umumnya kotoran penderita, dan masuk ke saluran pencernaan melalui mulut, sehingga disebut juga fecal-oral transmission route. Penularan food and water borne disease ini sangat dipengaruhi oleh sanitasi dan kebersihan. Beberapa penyakit juga bersumber dari hewan



DEMAM TYPHOID
(Demam enterik, Tifus Abdominalis)

I. Definisi:
1.             Demam Thyphoid adalah enyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali, pada penderita kulit putih 25% diantaranya menunjukkan adanya “rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak produktif pada awal penyakit, pada penderita dewasa lebih banyak terjadi konstipasi dibandingkan dengan diare. Gejala lebih sering berupa gejala yang ringan dan tidak khas.
2.             Demam Thyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem RES yang bersifat difus, pembentukan mikroasbes dan ulserasi Nodus Peyer di distal ileum. (FKUI, 1985)
3.             Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).
II. Identifikasi
Pada demam tifoid dapat terjadi ulserasi pada plaques peyeri pada ileum yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan atau perforasi (sekitar 1% dari kasus), hal ini sering terjadi pada penderita yang terlambat diobati. Dapat juga timbul demam tanpa disertai keringat, gangguan berfikir, pendengaran berkurang dan parotitis. CFR pada waktu belum ditemukannya antibiotika bisa mencapai 10 – 20%, saat ini CFR kurang dari 1% jika segera diberikan pengobatan dengan antibiotika yang tepat. Tergantung pada jenis antibiotika yang dipakai, penderita yang telah sembuh dapat mengalami relaps (kira-kira 15 – 20%), biasanya penyakit lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang dialami pertama kali. Nomenklatur baru berdasarkan hubungan DNA diusulkan untuk pemberian nama pada salmonella sesuai dengan nomenklatur baru tersebut hanya ada dua species salmonella yaitu – Salmonella bongori dan Salmonella enterica. Semua bakteri yang pathogen terhadap manusia dikelompokkan kedalam serovarian dibawah sub species I dan S. enterica. Dengan nomenklatur baru yang diusulkan tersebut maka S. typhi akan berubah menjadi S. enterica serovarian Typhi dan disingkat dengan S. Typhi (penulisannya tidak dengan huruf italik dan ditulis dengan huruf besar). Beberapa badan resmi telah menggunakan nomenklatur yang diusulkan tersebut walapun sampai dengan pertengahan tahun 1999 nomenklatur baru tersebut belum disahkan pemakaiannya. Pada bab ini telah digunakan nomenklatur baru tersebut. Demam paratifoid memberikan gambaran klinis yang sama dengan demam tifoid, namun cenderung lebih ringan dengan CFR yang jauh lebih rendah. Ratio Distribusi Penyakit yang disebabkan oleh Salomnella enterica serovarian Typhi (S. Typhi) dibandingkan dengan S. enterica serovarian Paratyphi A dan B (S. Paratyphi A, S. Paratyphi B) kira-kira 10 : 1. Relaps dapat terjadi pada 3 – 4% dari kasus. Jika infeksi Salmonella tidak terjadi secara sistemik maka manifestasinya hanya berupa gastro enteritis. Organisme penyebab penyakit dapat diisolasi dari darah pada permulaan penyakit, sedangkan pada urine dan tinja organisme baru dapat ditemukan seminggu setelah sakit. Konfirmasi bakteriologis melalui pemeriksaan kultur sampel sumsum tulang adalah yang terbaik walaupun pada penderita yang telah mendapatkan pengobatan antibiotika (kultur sampel sumsum tulang ini dengan “recovery” mencapai 90 – 95%). Tes serologis seperti tes widal nilai diagnostiknya rendah karena sensitivitas dan spesifisitasnya rendah
III. Epidemiologi
Kejadian tahunan demam tifoid di seluruh dunia adalah sekitar 17 juta kasus, dengan diperkirakan 600.000 kematian. Di AS kurang dari 500 kasus terjadi setiap tahun, dan 70% dari ini diperoleh saat bepergian internasional. Selama sepuluh tahun terakhir, wisatawan untuk Asia, Afrika, dan Amerika Latin telah sangat beresiko. Antimicrobial tahan strain menjadi semakin lazim. Wabah telah terjadi di AS dari makanan dibawa ke sini dari negara lain. Meskipun saran untuk sebaliknya, wabah lakukan tidak terjadi sebagai akibat dari banjir atau bencana lainnya di negara-negara, seperti Amerika Serikat, yang tidak endemik tifus. Ada rata-rata satu sampai dua kasus tifoid dilaporkan di setiap tahun.
IV. Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia. Insidensi penyakit demam tifoid diseluruh dunia mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian sebanyak 600.000 orang. Di Amerika Serikat demam tifoid muncul sporadis dan relatif konstan berkisar antara 500 kasus setahun selama bertahun-tahun (bandingkan dengan demam tifoid yang dilaporkan sebanyak 2484 pada tahun 1950). Dengan memasyarakatnya perilaku hidup bersih dan sehat, memasyarakatnya pemakaian jamban yang saniter maka telah terjadi penurunan kasus demam Tifoid, dan yang terjadi di Amerika Serikat adalah kasus import dari daerah endemis. Sekarang sering ditemukan strain yang resisten terhadap kloramfenikol dan terhadap antibiotika lain yang umum digunakan untuk demam tifoid. Kebanyakan isolat yang dikumpulkan pada tahun 90an dari Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Timur Laut adalah strain yang membawa plasmid dengan faktor R yang membawa kode resistens terhadap berbagai jenis antibiotika yang dulu umum dipakai untuk mengobati demam tifoid seperti kloramfenikol, amoksisilin, trimetroprim/sulfametoksasol. Demam paratifoid muncul secara sporadis atau muncul sebagai KLB terbatas, mungkin juga kejadiannya lebih banyak daripada yang dilaporkan. DI AS dan Kanada demam paratifoid jarang teridentifikasi. Dari ketiga jenis demam paratifoid, paratifoid B adalah yang paling sering ditemukan, paratifoid A lebih jarang dan yang paling jarang adalah paratifoid C.
V. Etiologi penyakit
Demam tifoid disebabkan oleh S. Typhi (Salmonella Thyposa) basil Tifoid. Untuk tujuan studi epidemiologi maka prosedur pemeriksaan laboratorium “phage typing” dan “pulsed field geelectrophoresis” dari S. Typhi mempunyai nilai yang tinggi untuk melakukan identifikas terhadap isolat. Untuk demam paratifoid dikenal ada 3 serovarians S. enterica yaitu : S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C. Dikenal beberapa macam “phage types”. Salmonela merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella memiliki karakteristik memfermentasikan glukosa dan mannose tanpa memproduksi gas, tetapi tidak memfermentasikan laktosa atau sukrose. Seperti Enterobacteriaceae yang lain Salmonella memiliki tiga macam antigen yaitu antigen O (tahan panas, terdiri dari lipopolisakarida), antigen Vi (tidak tahan panas, polisakarida), dan antigen H (dapat didenaturasi dengan panas dan alkohol). Antigen ini dapat digunakan untuk pemeriksaan penegak diagnosis.(Brooks, 2005).

VI. Masa Inkubasi
Masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bekteri yang menginfeksi; masa inkubasi berlangsung dari 3 hari sampai dengan 1 bulan dengan rata-rata antara 8 – 14 hri. Untuk gastroenteris yang disebabkan oleh paratifoid masa inkubasi berkisar antara
1 – 10 hari.
VII. Mekanisme penularan
Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin dari penderita atau carrier. Dibeberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang tidak teridentifikasi. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif, dimana dosisnya lebih rendah pada tifoid dibandingkan dengan paratifoid.
Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian berkembang biak dalam hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba.

VIII. Kerentanan dan kekebalan
Setiap orang rentan terhadap infeksi, kerentanan ini meningkat pada orang yang menderita akhlorhidria atau pada orang yang menderita infeksi HIV. Imunitas spesifik relatif dapat timbul setelah seseorang mengalami infeksi baik yang menunjukkan gejala klinis maupun pada mereka yang tapa gejala. Imunitas dapat juga muncul setelah pemberian imunisasi. Didaerah endemis demam tifoid sering ditemukan pada anak prasekolah dan anak-anak berusia 5 – 19 tahun.

IX. Cara Control Pemberantasan
Pencegahan
            1. Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan minuman, sediakan fasilitas untuk mencuci tangan secukupnya. Hal ini terutama penting bagi mereka yang pekerjaannya sebagai penjamah makanan dan bagi mereka yang pekerjaannya merawat penderita dan mengasuh anak-anak.
2. Buanglah kotoran pada jamban yang saniter dan yang tidak terjangkau oleh lalat. Pemakaian kertas toilet yang cukup untuk mencegah kontaminasi jari. Ditempat yang tidak ada jamban, tinja ditanam jauh dari sumber air dihilir.
3. Lindungi sumber air masyarakat dari kemungkinan terkontaminasi. Lakukan pemurnian dan pemberian klorin terhadap air yang akan didistribusikan kepada masyarakat. Sediakan air yang aman bagi perorangan dan rumah tangga. Hindari kemungkinan terjadinya pencemaran (backflow) antara sistem pembuangan kotoran (sewer system) dengan sistem distribusi air. Jika bepergian untuk tujuan pikinik atau berkemah air yang akan diminum sebaiknya direbus atau diberi bahan kimia.
4. Berantas lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biak mereka dengan sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik. Lalat dapat juga diberantas dengan menggunakn insektisida, perangkap lalat dengan menggunakan umpan, pemasangan kasa. Jamban konstruksinya dibuat sedemikian rupa agar tidak dapat dimasuki lalat.
            5. Terapkan standar kebersihan pada waktu menyiapkan dan menangani makanan; simpan makanan dalam lemari es pada suhu yang tepat. Perhatian khusus harus diberikan pada salad dan makanan lain yang dihidangkan dalam keadaan dingin. Standar kebersihan ini berlaku untuk makanan yang disiapkan dirumah tangga maupun yang akan disajikan untuk umum. Jika kita kurang yakin akan standar kebersihan ditempat kita makan, pilihlah makanan yang panas dan buah-buahan sebaiknya dikupas sendiri.
6. Lakukan pasteurisasi terhadap susu dan produk susu. Lakukan pengawasan yang ketat terhadap sanitasi dan aspek kesehatan lainnya terhadap produksi, penyimpanan dan distribusi produk susu.
7. Terapkan peraturan yang ketat tentang prosedur jaga mutu terhadap industri yang memproduksi makanan dan minuman. Gunakan air yang sudah diklorinasi untuk proses pendinginan pada waktu dilakukan pengalengan makanan.
8. Batasi pengumpulan dan penjualan kerang-kerangan dari sumber yang jelas yang tidak tercemar. Rebuslah kerang sebelum dihidangkan.
9. Beri penjelasan yang cukup kepada penderita, penderita yang sudah sembuh dan kepada carrier tentang cara-cara menjaga kebersihan perorangan. Budayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan.
            10. Promosikan pemberian air susu ibu kepada bayi yang sedang menyusui. Rebuslah susu dan air yang akan dipakai untuk makanan bayi.
11. Carrier dilarang untuk menangani/menjamah makanan dan dilarang merawat penderita. Lakukan identifikasi terhadap carrier dan lakukan pengawasan terhadap mereka. Pembuatan kultur dari sampel limbah dapat membantu untuk menentukan lokasi carrier. Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Yang bersangkutan dapat dibebaskan dari larangan ini apabila sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu tiga kali berturut-turut sampel tinja yang diperiksa menunjukkan hasil negatif, khusus untuk daerah endemis schistosomiasis sampel yang diambil adalah sampel urin. Sampel diambil dengan interval satu bulan dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir. Sampel yang baik adalah tinja segar. Dan dari tiga sampel yang berturut-turut diambil dengan hasil negatif minimal satu sampel harus diambil dengan cara melakukan lavemen/klisma. Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menemukan bahwa penggunaan derivate quinolone yang baru yang diberikan secara oral memberikan hasil yang baik untuk mengobati carrier walaupun ada kelainan empedu; untuk mengetahui apakah telah terjadi penyembuhan perlu dilakukan pemeriksaan kultur.
            12. Untuk demam tifoid pemberian imunisasi tidak dianjurkan di AS. Saat ini imunisasi hanya diberikan kepada mereka dengan risiko tinggi seperti petugas laboratorium mikrobiologis, mereka yang bepergian kedaerah endemis, mereka yang tinggal didaerah endemis, anggota keluarga dengan carrier. Vaksin yang tersedia adalah vaksin oral hidup yang mengandung S. Typhi strain Ty21a (diperlukan 3 – 4 dosis dengan interval 2 hari), dan vaksin parenteral yang beredar adalah vaksin dosis tunggal yang berisi Vi antigen polisakarida. Vaksin oral yang berisi Ty21a jangan diberikan kepada penderita yang sedang mendapatkan pengobatan antibiotika atau pengobatan anti malaria, mefloquine. Oleh karena sering menimbulkan efek samping yang berat maka vaksin “whole cell” yang diinaktivasi dianjurkan untuk tidak digunakan. Vaksin dosis tunggal yang mengandung Vi antigen polisakarida adalah vaksin pilihan, karena kurang reaktogenik. Dosis booster perlu diberikan kepada mereka yang secara terus menerus mempunyai risiko tertular. Booster diberikan dengan interval antara 2 – 5 tahun tergantung jenis vaksinnya. Demam paratifoid: ujicoba dilapangan dengan menggunakan vaksin oral tifoid (Ty21a) memberikan perlindungan parsial terhadap paratifoid, namun perlindungan yang diberikan tidak sebaik terhadap tifoid
Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada institusi kesehatan setempat; Tifoid wajib dilaporkan disebagian besar negara bagian dan negara didunia, kelas 2A (Lihat tentang pelaporan penyakit menular).
            2. Isolasi: Pada waktu sakit, lakukan kewaspadaan enterik; sebaiknya perawatan dilakukan dirumah sakit pada fase akut. Supervisi terhadap penderita dihentikan apabila sampel yang diambil 3 kali berturut-turut dengan interval 24 jam dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir memberikan hasil negatif. Pengambilan sampel tidak boleh kurang dari satu bulan setelah onset. Sampel yang diambil adalah tinja dan urin untuk penderita di daerah endemis schistosomiasis. Jika salah satu sampel memberi hasil positif maka ulangi pembuatan kultur dengan interval satu bulan selama 12 bulan setelah onset, sampai 3 kali beturu-turut sampel yang diambil hasilnya negatif.
3. Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap tinja, urin dan alat-alat yang tercemar. Di negara maju dengan fasilitas sistem pembuangan kotoran yang baik, tinja dapat dibuang langsung kedalam sistem tanpa perlu dilakukan disinfeksi terebih dulu. Dilakukan pembersihan menyeluruh.
4. Karantina: Tidak dilakukan
5. Imunisasi terhadap kontak: Pemberian imunisasi rutin terhadap anggota keluarga, petugas kesehatan dengan vaksin tifoid kurang begitu bermanfaat walaupun mereka terpajan dengan penderita tifoid. Namun vaksinasi masih bermanfaat diberikan kepada mereka yang terpajan dengan carrier. Tidak ada vaksin yang efektif untuk demam paratifoid A.
            6. Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Sumber infeksi yang sebenarnya dan sumber infeksi yang potensial harus diidentifikasi dengan cara melakukan pelacakan penderita yang tidak dilaporkan, carrier dan melacak makanan, susu, air, kerang-kerangan yang terkontaminsai. Seluruh anggota grup pelancong yang salah satu anggotanya adalah penderita tifoid harus diamati. Titer antibodi terhadap purified Vi polysaccharide mengidentifikasikan yang bersangkutan adalah carrier. Jika ditemukan tipe phage yang sama pada organism yang diisolasi dari penderita dan carrier menunjukan telah terjadi penularan.
            7. Pengobatan spesifik: Meningkatnya resistensi terhadap berbagai macam strain menentukan jenis obat yang dipakai untuk terapi secara umum, untuk orang dewasa ciprofloxacin oral dianggap sebagai obat pilihan terutama untuk penderita tifoid di Asia. Penderita schistosomiasis yang menderita tifoid selain pemberian terapi untuk tifoidnya maka diberikan juga praziquantel untuk menghilangkan kemungkinan cacing schistosoma membawa basil S. Typhi
Penanggulangan wabah
1. Lakukan pelacakan secara intensif terhadap penderita dan carrier yang berperan sebagai smber peularan. Cari dan temukan media (air, makanan) yang tercemar yang menjadi sumber penularan.
2. Lakukan pemusnahan terhadap makanan yang diduga sebagai sumber penularan.
3. Lakukan pasteurisasi atau rebuslah susu yang akan dikonsumsi. Singkirkan seluruh suplai susu dan makanan yang diduga tercemar untuk tidak dikonsumsi pada saat sampai diketahui bahwa susu dan makanan tersebut aman untuk dikonsumsi.
4. Terhadap sumber air yang diduga tercemar dilakukan klorinasi sebelum digunakan dengan supervisi yang ketat. Apabila tindakan klorinasi tidak dapat dilakukan, air dari sumber yang diduga tercemar tersebut jangan digunakan, semua air minum harus diklorinasi, diberi iodine atau direbus sebelum diminum.
5. Pemberian imunisasi secara rutin tidak dianjurkan.


NAMA            : LAELY MUSTIKA DEWI
NIM                : E2A009168